Beni Iskandar : Wali Kota Danny Mau Menonaktifkan RT/RW Kok ARA yang Kepanasan?

  • Bagikan

BN Online, Makassar–Sikap sejumlah pihak yang mengatasnamakan masyarakat untuk mengkritik kebijakan Pemerintah Kota Makassar sangat disesalkan berbagai kalangan. Salah satunya sikap Adi Rasyid Ali, salah seorang anggota Dewan dari Fraksi Demokrat, ARA sapaannya bahkan berkomentar pedas soal penonaktifan RT/RW.
Ia menilai, jika rencana menonaktifkan para ketua RT/RW yang belum habis masa jabatannya itu direalisasikan, maka hal tersebut akan melanggar aturan (Perwali Nomor 1 Tahun 2017 yang merujuk pada Perda Nomor 41 Tahun 2001) dan bisa saja membuat kegaduhan di masyarakat.
“Perlu dikaji dan dicermati dengan baik jangan sampai gegabah dan membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Apalagi ini mau masuk bulan Ramadan,” kata ARA, kemarin.
“Sebaiknya Pak Wali fokus saja ke Makassar Recover, dan apa yang akan dilakukan di tahun 2021 ini dalam hal penanggulangan Covid dan pemulihan ekonomi Kota Makassar, dalam hal ini pemberdayaan UMKM dan start up,” sambungnya.
Tudingan ARA ini lalu dianggap tak masuk akal oleh sejumlah kalangan, baik dari kalangan Masyarakat, praktisi hukum ataupun Akademisi.
Penasihat Hukum Danny-Fatma, Beni Iskandar menyarankan agar Ketua DPC Partai Demokrat Kota Makassar itu tak terlalu jauh mencampuri kebijakan yang memang merupakan kewenangan wali kota.
“Wali Kota Danny mau menonaktifkan ketua RT/RW kok ARA yang kepanasan? Itu kan kewenangan wali kota,” kata Beni.
Ia juga menilai, ARA terlalu cepat mengomentari atau menuding sesuatu yang belum pasti terjadi. Apalagi sampai menyebut Wali Kota melanggar aturan.
Dia menilai, ungkapan ARA terkesan tak nyambung alias Bodoh, pasalnya kebijakan penonaktifan RT/RW masih sebatas rencana, belum direalisasikan. Selain itu Beni melanjutkan, kalaupun kebijakan itu terealisasi, belum tentu melanggar perda.
“Jadi mana ada sesuatu yang belum dilakukan sudah melanggar perda. Apalagi ini kebijakan Pak Wali kan baru direncanakan. Kalaupun itu dilakukan, belum tentu juga Pak Wali melanggar perda. Lurah saja pecat RT tidak ada yang gaduh. Kemana ARA saat itu? Kenapa giliran wali kota yang akan menerapkan kebijakannya, dia yang gaduh,” ujarnya.
“Yang saya lebih heran, kenapa ARA baru berkomentar soal RT dan RW saat pemerintah berusaha keras melawan pandemi Covid-19 di Kota Makassar?,” tambahnya.
Pengamat Pemerintahan Aminuddin Ilmar mengatakan boleh saja unsur masyarakat memberikan kritikan terhadap apa yang dijalankan pemerintah
“Karena itu bisa dianggap sebagai kecintaannya terhadap pemerintah. Namun mereka juga mesti melihat alasan wali kota mengeluarkan kebijakan itu,” kata Aminuddin Ilmar, kemarin.
Menurut Ilmar, pihak yang kerap memperlihatkan sikap tidak mendukung langkah pemerintah adalah mereka orang-orang yang berlawanan politik di pilkada lalu.
“Dan bahkan masih ada yang belum mau menerima apa yang menjadi kepentingan pemerintah kota (dendam politik),” ujarnya
Ilmar, sapaan akrabnya bahkan menegaskan bahwa untuk menunjang kesuksesan Makassar Recover perlu mendapat dukungan penuh oleh semu perangkat, mulai pada tingkatan paling atas hingga kebawah.
“Namun dalam pencanangan yang akan dilakukan sejak tanggal 5 Maret lalu ternyata banyak unsur pemerintahan dari tingkat kecamatan, lurah bahkan pada tingkatan RT/RW juga demikian,” ungkapnya.
Lagian kata Ilmar, hal ini tidak seperti yang disangkakan oleh ARA, melainkan hanya penonaktifan RT/RW.
“Jadi ini bukan memberhentikan RT/RW, tetapi menonaktifkan, itu harus di faham. Jadi aparat terdepan tidak mau menjalankan kebijakan ini untuk kepentingan kota Makassar, maka sangat cocok walikota menonaltifkan itu RT/RW. Inikan masih berproses, dan tidak secara tiba2 kebijakan itu muncul tiba-tiba,” terangnya.
Sementara, pakar Politik Unhas, Sukri Tamma berujar, semua kebijakan yang dilakukan oleh Danny Pomanto akan berdampak pada efek politik.
“Ada efek ikutan iya, bisa jadi begitu. Tentu saja bagi mereka dari sudut pandang mungkin barangkali tidak sejalan dengan pak Danny, kemudian menjadi politik balas dendam misalnya begitu, atau mereka yang tidak mendukung pak Danny kemudian merasa belum puas begitu mungkin saja, tapi alasan yang disampaikan pak Danny itu sangat masuk akal ketika kalau itu bisa menghambat tidak ada jalan lain,” kata Sukri via telepon, kemarin.
Namun pada dasarnya kata dia, RT dan RW sebagai bagian dari pemerintahan itu tidak boleh berbeda jalan dengan pemimpinnya. “Bukan masalah pilih memilih. ini bukan masalah pemilihan umum (pemilu) yang berbeda jalan. Ini masalah konsekuensi dari RT RW untuk menjadi salah satu perpanjangan tangan pemerintah,” tegas Sukri.
Lebih jauh, kata Sukri, RT dan RW merupakan satu kesatuan dari pemerintahan yang tidak boleh terpisahkan. Sehingga, kalau ada bagian dari sistem kerja lantas kemudian tidak sejalan, maka tidak ada pilihan lain, harus ikut atau keluar dari sistem itu.
“Karena jelas targetnya dan Pak Danny, tentu saja tidak ingin mengambil resiko terlalu besar kalau memang ada indikasi (dendam politik) itu. Tentu saja ini perlu diklarifikasi jangan sampai misalnya itu jadi dugaan itu bisa menjadi sesuatu yang bias. Tapi kalau itu memang ada kaitannya dengan kebijakan saya pikir rasional pak Danny,” urainya.(**)
 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *