SUARAGMBI, MAKASSAR–Kejaksaan Negeri Selayar diminta tidak tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi proyek bandara Aroepala, Selayar. Jaksa didesak segera menetapkan pihak kontraktor sebagai tersangka.
“Pelaksana proyek juga harus diseret. Intinya seret semua yang terlibat dalam kasus ini,” tegas Direktur Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan, Andi Muhammad Ansar, Kamis (14/10/2021).
Menurut Ansar, proyek bandara tersebut diduga kualitasnya melenceng dari perencanaan. Akibatnya, penyidik menemukan fakta bahwa pembangunan bandara tersebut telah merugikan keuangan negara.
Dalam kasus ini, penyidik Kejaksaan telah menetapkan dua tersangka yakni pihak pejabat pembuat komitmen berinisial CU dan konsultas pengawas berinisial MIN. Keduanya diduga menyalahi aturan sehingga proyek pembangunan pemenuhan standar runway strip atau landasan pacu Bandara Aroeppala bermasalah.
Menurut Ansar, jaksa seharusnya menggali lebih jauh fakta-fakta yang telah ditemukan selama pemeriksaan berlangsung. Dia meminta, kontraktor pekerjaan juga harus bertanggung jawab.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Selayar, La Ode Fariadin yang dikonfirmasi mengatakan, untuk saat ini baru dua orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka. Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka lain dalam kasus itu.
“Sejauh ini baru dua orang berdasarkan fakta yang jadi temuan,” ujar Fariadin.
Menurut Fariadin, pihaknya menemukan beberapa hal yang bermasalah dalam proyek itu. Salah satunya, terkait volume pekerjaan yang diduga tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Sejauh ini, lanjut dia, penyidik belum memastikan jumlah kerugian negara dalam proyek itu. Fariadin mengatakan, telah menggandeng lembaga audit untuk menghitung nilai riil kerugian negara.
“Akan kami sampaikan kalau jumlah pastinya sudah kami kantongi,” ujar dia.
Sejak kasus ini bergulir, penyidik telah memeriksa 18 saksi. Proyek pembangunan Bandara Aroeppala menelan anggaran Rp 11 miliar yang bersumber dari APBN pada 2018, melalui Kementerian Perhubungan. Sebelumnya, penyidik Kejaksaan menduga potensi kerugian negara akibat kesalahan pekerjaan itu mencapai
Rp 8,2 miliar. (*)