SUARA GMBI | KALTARA – Dilansir dari Bidiknasional.com edisi 3 Agustus 2022. Tokoh Masyarakat Kaltara yang berdomisili di Tarakan asal Pangkep – Sulawesi Selatan (Sul-Sel) yang tergabung dalam wadah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), H. Nurdin HB turut menyoal terkait pernyataan sikap KKSS Tarakan dalam Conference Pers-nya pada Selasa 26 Juli 2022 lalu.
Eks Ketua Kerukunan Keluarga Masyarakat Pangkep Sulawesi Selatan (KKMP Sul-Sel) Kota Tarakan 4 periode ini merasa keberatan dengan sikap sepihak yang dianggap kebablasan karena tidak melibatkan semua unsur pilar dari Sul-Sel yang ada di Tarakan.
Dikatakan H. Nurdin, bahwa jika KKSS Tarakan memang menjunjung tinggi asas kebersamaan, bahwa kebersamaan di atas segala-galanya, mestinya melibatkan semua unsur pilar, termasuk pilar-pilar dari Forum Keluarga Besar Makassar (FKBM) yang memayungi sepuluh pilar Makassar. “Mari kita bicarakan bersama, jangan yang diajak bicara hanya wakil-wakil ketua yang notabenenya hampir semua berkeluarga dengan ketua KKSS, lalu semaunya mengatasnamakan KKSS. Jangan gitu dong. Kalau bicara kerukunan, maka harusnya libatkan semua pilar agar kesemuanya bisa menerimanya dengan rukun,” tegasnya mengungkapkan.
Diakuinya bahwa KKSS Tarakan tidak melakukan koordinasi sama sekali dengan FKBM. “Jadi kami ini dianggap apa?, dianggap tidak ada?. Tolong saling menghargailah, jangan ada dusta di antara kita,” tandas H. Nurdin.
Disebutkannya, FKBM itu terdiri dari sepuluh pilar yang menjadi bagian dari KKSS, jadi jangan sekonyong-konyong membawa-bawa nama KKSS tanpa permisi. KKSS bukanlah perusahaan, bukan milik perseorangan, bukan milik Ketua KKSS Tarakan.
“Ini ‘kan bukan bicara soal program yang menjadi ranahnya pengurus. Tapi pernyataan sikap itu bicara soal kebijakan yang semestinya melalui musyawarah yang melibatkan Dewan Penasehat, Dewan Pembina, Dewan Pakar, Dewan Kehormatan, dan Seluruh Pilar se-Sulawesi Selatan yang ada di Kaltara,” terang H. Nurdin.
Menurutnya, ini murni perbuatan segelintir, maka segelintir itulah yang sebaiknya bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri. Ini persoalan oknum, bukan persoalan kekeluargaan.
“Jadi, menurut kami agar persoalan ini perlu untuk dijernihkan. Jangan sampai hanya gara-gara oknum yang bermasalah, lalu membuat image warga Sul-Sel ikut rusak di lapangan publik. Padahal kami memang tidak tahu apa-apa, karena apalagi memang tidak pernah dilibatkan untuk bermusyawarah dalam rangka memberikan pernyataan sikap ‘mentang-mentang’. Yang dilibatkan itu hanya segelintir saja, dan itu dibuktikan dengan beredarnya undangan khusus dari ketua KKSS untuk Wakil-wakil Ketua KKSS Tarakan saja yang notabene hampir semua keluarga dari ketua sendiri. Nah, kalau begitu, mending atas nama keluarga saja, jangan atas nama lembaga,” ucapnya.
Ucapnya lebih lanjut, KKSS ini merupakan Lembaga atau Organisasi Sosial, bukan Lembaga Bantuan Hukum yang bisa main tiba-tiba membela, yang serba mendadak pasang badan. Dalam KKSS ada aturan mainnya sendiri, organisasi yang punya mekanisme dalam setiap pengambilan sikap. Berbeda ketika ada temuan ketidak-adilan dalam keputusan hukum, maka Bidang Hukum dan Advokasi boleh melakukan pendampingan hukum.
“Tapi sekarang ini ‘kan keputusan hukum saja belum keluar, bahkan memenuhi unsur untuk ditindaklanjuti dan diperadilankan saja belum diputuskan. Sehingga tidak boleh main hantam buta begitu saja,” lanjutnya lagi.
Baca juga : Pangdam XIV/Hasanuddin Dukung Penuh Kegiatan Budaya “Sipakatau” Di Sulsel
Dijelaskannya, perlu digaris bawahi bahwa tidak mungkin ada asap jika tak ada api, maka biarkan Dia sendiri yang bermain api itu yang terbakar sebagai konsekuensinya, jangan semua ikut kebakaran jenggot. Kalau tidak merasa bermain api, lalu mengapa harus merasa terbakar. Menurut H. Nurdin pribadi, jika seseorang tidak berbuat, tentu tidak akan bereaksi apalagi disertai aksi. Reaksinya kebakaran jenggot, dan aksinya membakar lewat Conference Pers.
“Santailah, tidak ada yang perlu untuk dicemaskan. Jangan kepanikan membutakan rasio berpikir kita, karena seandainya itu benar, maka itu ‘kan perbuatannya sendiri, bukan perbuatan bersama. Dan coba bayangkan jika seandainya dugaan tersebut terbukti adanya, apakah kita semua tidak malu dengan mengatasnamakan lembaga?, mungkin ‘Maluku’ sudah pindah di Tarakan,” sergah H. Nurdin.
Ia menganalogikan, ibarat air dalam satu profil, kalau ada kotoran, maka janganlah semua airnya dibuang, cukuplah kotorannya saja.
“FKBM sendiri juga pernah mengalami duka sejenis. Bukan lagi anggota pengurus, bahkan sempat Ketua FKBM Kaltara sendiri saat berurusan hukum, FKBM tetap profesional dengan tidak memberikan komentar apapun, kita tidak mengambil sikap pasang badan, kita tidak mau ikut campur, apalagi campur kebakaran jenggot, karena kita menghormati proses hukum. Biarkan itu berjalan alami, biarkan pengadilan yang memutuskan bersalah atau tidaknya beliau. Toh buktinya di mata hukum beliau bebas bersih dengan tidak terbukti bersalah, terlepas mungkin masih ada yang berpersepsi salah,” beber Bendahara Umum FKBM Kaltara ini.
Dalam kesempatan wawancaranya, H. Nurdin dalam kapasitasnya mewakili FKBM memberikan pernyataan sikap untuk membersihkan diri bahwasanya FKBM tidak tergabung dalam pernyataan sikap yang dilakukan secara sepihak oleh KKSS Tarakan.
Paparnya melanjutkan, kalau dalam lamaran anak perempuan, diamnya perempuan itu dianggap isyarat atau bertanda si perempuan menerima lamaran. Oleh karena itulah, kami turut angkat bicara agar publik tidak berprasangka atau salah paham bahwa FKBM secara tegas menyatakan tidak menjadi bagian dalam pernyataan sikap KKSS Tarakan yang mengatasnamakan lembaga KKSS pada Conference Pers lalu.
“Perlu kami luruskan kepada publik, bahwa pernyataan sikap KKSS Tarakan dalam Conference Pers yang digelarnya itu tidak mewakili seluruh masyarakat Sul-Sel se-Kota Tarakan. Selain FKBM, bahkan mungkin dari sebagian pilar Bugis dan Tator juga tidak senada atas tindakan mereka yang telah membawa-bawa nama lembaga KKSS Tarakan. Tidak ada kompromi jika urusan hukum dengan membawa-bawa marwah kesukuan,” ujarnya.
“Saya tegaskan kepada publik, bahwa tidak semua orang Sul-Sel itu primordialisme, sukuisme, atau isme-isme sejenis lainnya. Tidak semua orang Sul-Sel itu pasang badan atas dugaan adanya kejahatan mentang-mentang satu daerah asal, bahkan satu suku. Tidak semua orang Sul-Sel itu menjadi bagian dari gerakan yang mengatasnamakan KKSS Tarakan tersebut,” imbuhnya mempertegas.