SUARA GMBI, Makassar — Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi bagian selatan (Sulbagsel) meminta kepada para pedagang agar tidak menjual rokok secara eceran per batang atau ketengan.
Disampaikan Wahyu Widodo, alasan dari pelarangan menjual secara ketengan itu karena sulit untuk dideteksi rokok itu memiliki cukai atau tidak.
“Pemerintah melarang karena ada alasannya dan banyak ditemukan kasus ketengan itu tidak memiliki cukai,” ujarnya, dikutip dari Antara (29/1/2023).
Dia mengatakan rokok yang memiliki cukai dari pemerintah dipastikan memberikan andil dalam sektor pajak. Karena rokok yang memiliki cukai sudah teregistrasi.
Sementara rokok tanpa cukai yang banyak beredar secara gelap atau ilegal itu hanya membawa kerugian bagi negara.
“Amannya dan praktisnya memang menjual dan membeli rokok minimal per bungkus karena itu sudah ada pita cukainya dan pastinya itu halal,” katanya.
Nugroho menjelaskan bahwa pemerintah telah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
Kenaikan tarif cukai itu dilakukan langsung oleh Presiden Jokowi pada 2022 dan meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL).
Selain itu, realisasi penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) hingga Desember 2022, sebesar Rp356,86 miliar atau 124,32 persen dari target APBN Tahun 2022, Rp288,90 miliar.
“Penerimaan cukai kita di tahun 2022 itu sebesar Rp356,86 miliar atau sekitar 124,32 persen. Angka ini jauh melampaui target kami yakni Rp288,90 miliar,” ucapnya. (*)