Penarikan Paksa Kendaraan oleh Debt Collector PT. Adira Dinamika Multi Finance Tuai Kecaman, Langgar Aturan Fidusia

  • Bagikan

Suaragmbi.co.id, Makassar–Rasa resah, kecewa, dan marah mencuat di kalangan masyarakat setelah insiden dugaan penarikan paksa kendaraan oleh eks Debt Collector PT. Adira Dinamika Multi Finance Cabang 2 Kota Makassar. Tindakan tersebut kini menuai kecaman publik, terutama terkait prosedur eksekusi jaminan fidusia yang dinilai melanggar aturan hukum.

Empat orang yang mengaku sebagai eks Debt Collector PT. Adira Dinamika Multi Finance dilaporkan telah melakukan aksi mendatangi, mencegat, dan mengeksekusi unit kendaraan milik Zulkarnaim, seorang debitur yang diklaim menunggak pembayaran angsuran. Menurut Zulkarnaim, ia hanya menunggak satu bulan lebih, namun pihak Debt Collector bersikukuh bahwa keterlambatan telah berlangsung selama tiga bulan.

Objek sengketa ini adalah kendaraan roda enam berwarna hijau, merk Hino/Truck tahun 2024 dengan nomor polisi DD 8289 TD, yang merupakan jaminan fidusia dari PT. Adira Dinamika Multi Finance Cabang 2 Kota Makassar. Kejadian ini terjadi pada Rabu, 28 Agustus 2024, sekitar pukul 09.00 WITA, saat Zulkarnaim sedang melakukan bongkar muat barang di Lintas Cargo Makassar, Jalan Trans Sulawesi, Kelurahan Kilongan, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Eksekusi Tanpa Kesepakatan, Langgar Aturan Fidusia

Zulkarnaim bersama tim kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) BIDIK Sulawesi Selatan mengecam keras tindakan penarikan paksa ini. Mereka menyatakan bahwa tindakan eksekusi jaminan fidusia tanpa persetujuan antara kreditur dan debitur adalah pelanggaran hukum. Menurut Zulkarnaim, meskipun ada keterlambatan pembayaran, ia tetap beritikad baik untuk melunasi angsuran berikut dendanya sesuai perjanjian kredit.

“Saya sangat kecewa dengan tindakan Debt Collector yang memaksa saya menyerahkan kendaraan, padahal saya baru menunggak satu bulan lebih. Namun, mereka bersikeras bahwa tunggakan sudah mencapai tiga bulan,” ujar Zulkarnaim. Ia juga menambahkan bahwa keterlambatan pembayaran hanya lima hari dari jatuh tempo, namun Debt Collector tetap memaksa untuk menyerahkan kendaraan dan membayar seluruh tunggakan.

Kerugian Finansial dan Dugaan Permintaan Uang Tebusan

Lebih lanjut, Zulkarnaim mengungkapkan bahwa akibat kejadian tersebut, ia mengalami kerugian finansial yang mencapai sekitar Rp 42 juta selama dua bulan tidak bisa menggunakan kendaraan untuk operasional bisnisnya. Bahkan, Zulkarnaim menuduh bahwa Debt Collector meminta uang tebusan sebesar Rp 30 juta untuk mengembalikan kendaraan yang telah ditarik.

Kuasa hukum Zulkarnaim, Hadi Sutrisno, SH, menyatakan bahwa tindakan eksekusi sepihak tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang mengatur bahwa penarikan objek jaminan fidusia harus didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak. Jika tidak ada kesepakatan atau debitur masih memiliki itikad baik, eksekusi tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh kreditur atau pihak ketiga, seperti Debt Collector.

“Tindakan eksekusi sepihak ini melanggar hukum dan mencederai hak debitur. Eksekusi jaminan fidusia yang masih dalam penguasaan debitur harus melalui mekanisme yang sah, yakni melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” tegas Hadi Sutrisno. Ia merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa eksekusi jaminan fidusia harus memenuhi persyaratan hukum dan tidak boleh diputuskan sepihak oleh kreditur.

Prosedur dan Etika Debt Collector Sesuai POJK

Hadi juga menyoroti pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Debt Collector dalam kasus ini. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, Debt Collector wajib memiliki sertifikasi profesi di bidang penagihan dan harus membawa dokumen resmi, seperti kartu identitas, sertifikat profesi, dan surat tugas dari perusahaan. Jika tidak, tindakan mereka dapat dianggap ilegal.

“Debt Collector memiliki standar operasional prosedur yang harus diikuti, termasuk membawa dokumen-dokumen resmi saat melakukan penagihan. Namun, dalam kasus ini, tindakan mereka sudah jelas melanggar hukum dan etika profesi,” tambah Hadi Sutrisno.

Langkah Hukum dan Laporan ke OJK

Hadi Sutrisno menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah hukum untuk melaporkan tindakan ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perwakilan Sulawesi Selatan dan Barat, serta ke aparat penegak hukum lainnya. Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi perusahaan pembiayaan dan Debt Collector agar tidak lagi melakukan tindakan yang melanggar hukum dan hak-hak debitur.

Sampai berita ini dipublikasikan, pihak PT. Adira Dinamika Multi Finance Cabang 2 Kota Makassar di Jalan Perintis Kemerdekaan belum dapat ditemui untuk memberikan klarifikasi terkait insiden penarikan paksa unit kendaraan tersebut.

(*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *