Kekerasan dan Konflik di PAPUA, Bagaimana Solusinya, Sejarah OPM / KKB

  • Share

Suaragmbi.co.id – Organisasi Papua Merdeka (disingkat dengan OPM) merupakan sebuah gerakan separatis yang didirikan di 6 provinsi di Papua, yang sebelumnya dikenal sebagai Papua, Irian Jaya dan Irian Barat. Gerakan ini terdiri dari tiga elemen: kelompok unit bersenjata yang berbeda, masing-masing dengan kontrol teritorial terbatas tanpa komandan tunggal; beberapa kelompok di wilayah yang melakukan demonstrasi dan protes; dan sekelompok kecil pemimpin yang berbasis di luar negeri yang meningkatkan kesadaran akan isu-isu di wilayah tersebut sambil berjuang untuk dukungan internasional untuk kemerdekaan. Sayap Militer gerakan ini biasa disebut oleh Pemerintah Indonesia sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata, Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata, dan Kelompok Separatis Teroris Papua atau disingkat masing-masing KKB, KKSB, dan KSTP.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan situasi HAM di Papua belum membaik sejauh ini. Penilaian itu berdasarkan jumlah peristiwa pelanggaran HAM di Papua selama 2023 mencapai 113 peristiwa. “Secara umum dapat dikatakan bahwa situasi HAM di Papua belum membaik, hal ini dapat dilihat dari jumlah peristiwa terkait pelanggaran HAM pada 2023 sebanyak 113 peristiwa,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (25/1/2024).

Alasan kenapa KKB Papua sulit diberantas menarik untuk diulas. Hal ini diungkapkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mengaku ada sejumlah kesulitan dalam memberantas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Di sisi lain, banyak hal yang membuat KKB tetap eksis. Adapun Kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau dulu dikenal dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan kelompok yang ingin Papua melepaskan diri dari NKRI. KKB Papua sudah ditetapkan sebagai kelompok teroris sejak tahun 2021. Gerakan separatis KKB dengan menggunakan kekerasan dan senjata mematikan melalui aksi perusakan hingga pembunuhan. Para korban berjatuhan bukan hanya dari warga setempat maupun pendatang, namun juga aparat TNI dan Polri.

Berikut beberapa alasan kenapa KKB Papua sulit diberantas dilansir dari berbagai sumber:

1. Sering menyamar
banyak anggota KKB yang selama ini menyamar sebagai penduduk lokal di wilayah Papua, Kelompok-kelompok ini sering masuk ke penduduk. Menyamar-menyamar dengan penduduk, sering masuk ke penduduk-penduduk.

2. Suka Berpindah-Pindah
Salah satu alasannya adalah banyak anggota KKB yang selama ini menyamar sebagai penduduk lokal di wilayah Papua. Hal lain yang dilakukan KKB sehingga pihak kepolisian seringkali kesulitan dalam menjangkau lokasi-lokasi yang biasa menjadi titik kontak senjata. Pasalnya, wilayah di sana seringkali dipahami oleh KKB. Mereka selalu berusaha bagaimana pengejaran-pengejaran dilakukan oleh aparat keamanan mereka bisa lolos.

3. Adanya “perlindungan” dari Tokoh Lokal
Anggota KKB diberikan tempat berlindung di wilayah-wilayah adat sehingga hal itu memberikan perlindungan ketika mereka tengah dikejar oleh aparat keamanan.

PERMASALAHAN UTAMA
Atnike mengatakan 113 itu hanya kasus yang dipantau melalui media. Banyak di antara kasus tersebut berupa konflik kekerasan. Permasalahan utama yang masih terus berlanjut di Papua adalah konflik bersenjata antara aparat keamanan dan kelompok kriminal bersenjata (KKB). Aksi kekerasan KKB tak berhenti. Pada tahun lalu, ada 61 orang yang tewas akibat kejahatan KKB. “Pada tahun 2023, korban yang meninggal oleh aksi KKB 61 orang, terdiri dari TNI 26 orang, Polri 3 orang, masyarakat sipil 32 orang.
Sedangkan hal lain adalah situasi terbatasnya ruang demokrasi di Papua. Sebab, masih ditemukannya penggunaan kekerasan dalam menangani demonstrasi. Masih ditemukan penanganan berlebihan excessive use of force di dalam menangani demonstrasi atau unjuk rasa, dan juga penerapan makar makar untuk memidanakan ekspresi-ekspresi dari warga di Papua. Terakhir menyoroti pelaksanaan otonomi khusus jilid 2 di Papua. Sebab, kebijakan itu menimbulkan konflik penguasaan atas lahan. Di dalam pemekaran tersebut muncul persoalan yang paling tidak untuk saat ini terkait konflik atau sengketa agrarian.

REKOMENDASI UNTUK PEMERINTAH
Untuk itu, pemerintah agar mengedepankan pendekatan HAM dalam menangani konflik yang ada. Selain itu, agar aparat penegak hukum bekerja secara professional dengan melakukan investigasi secara efektif terhadap kasus kasus kekerasan. Sehingga pemerintah dapat menjamin bahwa masyarakat warga di Papua apakah OAP (orang asli papua) dan non-OAP dapat menikmati standar perlindungan hukum yang tinggi dan baik. Agar pemerintah meninjau konsep pembangunan Papua agar selaras dengan prinsip perlindungan HAM serta memperhatikan kebutuhan dasar pengungsi internal Papua, juga mendorong pemerintah untuk meninjau konsep pembangunan di papua agar selaras dengan prinsip penghormatan dan perlindungan HAM dengan memerhatikan konteks spesifik Papua.

Disusun oleh NURDIYANSAH, S.IP. ,M.H. (Mahasiswa Fakultas Hukum UNPAM SERANG).

  • Share