Pangdam XIV/Hasanuddin Dukung Penuh Kegiatan Budaya “Sipakatau” Di Sulsel

  • Share
SUARAGMBI.CO.ID | MAKASSAR —Rangkaian kegiatan untuk melestarikan budaya Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan berlangsung sukses dalam suasana yang penuh dengan keakraban serta kemeriahan namun sarat akan makna sejarah digelar di Istana Balla Lompoa Jongaya pada Minggu malam (31/7/2022)
Mengusung tema “Memulai Gotong Royong Gerakan Kebudayaan Sipakatau Dari Sejarah Istana Balla Lompoa“, acara ini dihadiri langsung oleh
Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, SH, MH, yang tidak lain merupakan cucu Raja Bone ke-32 sekaligus Pahlawan Nasional Andi Mappanyukki.
Turut hadir tamu undangan pada malam pembukaan kegiatan kebudayaan ini antara lain, Ketua DPRD prov Sulsel yang sekaligus merupakan Ketua Majelis Adat Kerajaan se Nusantara Sulawesi Selatan, para Raja-Raja, Datuk, Karaeng, para pemangku adat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, dan perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus di Makassar serta beberapa ormas dan LSM termasuk LSM GMBI se Sulsel di pimpin langsung oleh Ketua Wilter Drs Sadikin.S yang di dampingi Ketua Distrik Makassar Ir. Walinono.
Andi Muhammad yang di daulat memberikan kata sambutan, mengawali sambutan pertamanya dengan membawakan dua buah pantun hasil karyanya sendiri.
Malam Ini Di Jalan Kumala
Sungguh Akrab Suasananya
Indonesia Punya Beribu Budaya
Tugas Kita Untuk Menjaganya”
Demikian salah satu bunyi penggalan pantun pembuka dari Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki yang langsung mendapat applaus dari para tamu undangan yang memenuhi halaman Istana Balla Lompoa Jongaya Makassar.
Andi Muhammad kemudian melanjutkan sambutannya dengan memaparkan filosofi gerakan budaya secara umum yakni gerak manusia yang hidup didalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan gerak manusia terjalin oleh karena dia mengadakan hubungan-hubungan dengan manusia lainnya artinya karna terjadinya hubungan antar kelompok manusia didalam masyarakat.
Gerakan Budaya Sipakatau ini membawa nilai luhur gotong royong, kesetia kawanan, rela berkorban untuk bangsa dan negara, ini sebagai suatu strategi penting agar masyarakat sadar soal siapa dan apa kita sebagai bangsa Indonesia dan kemana kita akan menuju, maju bagi negeri yang tercinta” tutur Pangdam di awal sambutannya.
Pangdam kemudian melanjutkan sambutannya dengan mengupas sejarah Istana Balla Lompoa Jongaya.
Terinspirasi dari momentum kenapa dimulai dari Istana Jongaya, mengingat bahwa pertama istana jongaya ini adalah rumah yang sangat bersejarah, rumah Sultan Ibrahim Andi Mappanyukki, tokoh yang dikenal sebagai Raja Bone, sebagai ulama, sebagai pejuang, bahkan sebagai pahlawan nasional”. Ungkapnya
Istana Jongaya atau Balla Lompoa Jongaya yang terletak di Jalan Kumala merupakan situs sejarah milik Pangdam Andi Muhammad yang merupakan cucu Raja Bone ke-32, Andi Mappanyukki, dibangun oleh leluhurnya pada tahun 1834 dan pada jamannya menjadi tempat bertemu para raja, pejuang revolusi, pemuka agama yang melakukan perlawanan terhadap penjajah seperti Soekarno, Hatta, Nasution, AP Petta Rani, Andi Jemma, Wolter Monginsidi dan lainnya yang kini semuanya tercatat sebagai pahlawan nasional.
Istana Jongayya merupakan rumah yang menyatukan etnik dimasanya, etnik datang dan terlahir dari berbagai kalangan manapun contohnya etnik dari jawa pada saat itu dalam rangka menyatukan perjuangan melalui diplomasi dimasa itu”. Sambung Pangdam.
Yang ketiga rumah ini pada saat itu dalam rangka transisi, Andi Mappanyukki bagian dari putera mahkota digunakan rumah ini sebagai Istana Raja sampai menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Lanjutnya.
Dari bukti bukti sejarah dan sesuai juga yang dikupas oleh Pangdam dalam sambutannya menyatakan bahwa Rumah Istana “Balla Lompoa Jongaya” sering dijadikan sebagai tempat perlindungan dimasa lalu pada saat para pejuang sedang dicari oleh pihak penjajah. Salah satu contohnya salah seorang pahlawan nasional kita Wolter Monginsidi yang pernah menggunakan rumah ini sebagai tempat perlindungan dan tidak pernah diketahui oleh penjajah Belanda yang pada saat itu tidak berani masuk karena rumah ini sangat dihargai karena keberadaan Raja pada saat itu.
untuk itu rumah ini sangat monumental untuk dijadikan sebuah gerakan memulai gotong royong, sebuah gerakan kebudayaan Sipakatau dari rumah istana Jongaya dikarenakan memiliki nilai-nilai kearifan lokal perjuangan anak bangsa melalui diplomasi pada masa pra kemerdekaan” lanjut Pangdam mengupas sejarah Istana Balla Lompoa Jongaya.
Menurut Pangdam ruang-ruang sosial yang tercipta dalam gerakan ini sekaligus dapat dijadikan arena pembentukan karakter anak bangsa, memperteguh jati diri sambil merawat keberagaman. Oleh karena itu “Sipakatau” juga adalah wadah dalam promosi toleransi dan sebagai pendorong.
Saya juga ingin menyampaikan terkait dengan yang saya sudah rasakan saat ini sebagai generasi pelanjut dari leluhur saya, bahwa pengabdian saya di tubuh TNI dalam.waktu dekat mungkin akan berakhir, maka pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan bahwa “Prajurit Tua Tidak Pernah Mati Mereka Hanya Memudar”. Tegas Pangdam disambut riuh applause dari para hadirin.
Tentunya motto ini memberikan makna yang mendalam bahwa semangat perjuangan saya tidak akan pernah lekang oleh waktu dan tidak akan putus oleh gerak perubahan zaman, walaupun nantinya saya tidak berdinas di TNI khususnya TNI AD, tapi semangat pengabdian pada nusa dan bangsa tidak akan pernah luntur dan saya akan selalu ikut andil untuk mengambil bagian selama hayat masih di kandung badan, dalam konteks pengabdian pada bangsa dan negara Indonesia. Insya Allah saya akan selalu hadir apabila rakyat dan negara membutuhkan karena setelah saya telah ditakdirkan sebagai pemilik darah pejuang, darah ulama, darah pemimpin, bahkan darah pahlawan karenanya saya sudah membulatkan tekad melanjutkan misi leluhur saya agar bisa bermanfaat demi bangsa dan negara khususnya masyarakat Sulawesi Selatan”. Pungkas Andi Muhammad dalam sesi akhir sambutannya.
“Untuk itu saya memohon dukungan dan doa restunya dari masyarakat Sulsel agar nantinya niat saya ini dapat terwujud untuk selalu mengabdikan diri bagi masyarakat, bangsa dan negara yang kita cintai ini.semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada kita semua”. Tutup Andi Muhammad yang diiringi tepuk tangan oleh seluruh undangan yang hadir pada malam itu.
“Rangkaian acara malam itu kemudian berakhir dengan pelaksanaan acara sakral “Accera Kalompoang” yakni tradisi pencucian benda-benda pusaka kerajaan di Sulawesi Selatan yang dilakukan turun-temurun dan merupakan tradisi yang sakral oleh masyarakat di Sulsel.
  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *